Senin, 25 Januari 2010

BANYAK ALIRAN SESAT SEKARANG INI DI INDONESIA


Semalam, saya melihat acara dialog di salah satu stasiun swasta di negeri ini. Yaitu dialog antara wakil dari MUI dan pemimpin aliran sesat baru di negeri ini, yaitu Kalam Santriloka.

Sesaat saya lihat lucu dan dilain hal begitu bersemangat dan menggebu-gebu menerangkan ajaran yang dianutnya itu. Ajaran yang didapatnya dengan sendirinya (mungkin menafsirkan sendiri) setelah merasakan kekecewaanya dengan ajaran islam yang dianutnya sebelumnya. Dia mengatakan bahwa Al Qur’an itu sesat, ada sebagian yang benar dan sebagian yang salah. Mengundang perpecahan dan membahayakan Pancasila (apa hubungannya). Apakah pancasila yang lahir baru setengah abad bisa menandingi Al Qur’an yang sudah 14 abad lebih. Yang sudah terbukti membawa persatuan di 1/3 belahan dunia.

Heran… kenapa begitu banyak aliran-aliran dinegeri ini. Walaupun memang telah di sunatullahkan bahwa islam terpecah menjadi 73 golongan.. tapi bukan berarti itu aliran sesat kan. Tapi kalau maksudnya itu termasuk??? Gak menyangka, bakalan banyak sekali di indonesia ini. Semua sarang ada di sini. dari sarang koruptor, sarang teroris sampai sarang aliran sesat.

Andai saja proteksi pemerintah besar, mungkin tidak terjadi seperti masalah AHMADIYAH. yang sewaktu kecil didiamkan dan saat besar menjadi boomerang sendiri bagi negeri ini. umat islam terbesar didunia, tetapi umat paling besar juga yang secara sembarangan menafsirkan ajaran agama islam ini. Susahnya kalau punya agama yang keturunan, jadi ya gak ngerti dan gak paham sama ajaran agamanya sendiri.

Lihat saja jumlah aliran sesat dinegeri ini, di pulau jawa saja begitu melimpah, belum yang diluar jawa dan juga di luar agama islam (kristen) ternyata ada juga.

Aliran Syafaatus Shalawat

Memasuki pekan kedua bulan Februari 2009 lalu, pemerintah Blitar menyelediki aliran ritual sekelompok massa di Dusun Plumbangan, Desa Ngembul, Kec. Binangun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Aliran (kelompok) yang menamakan diri Syafaatus Sholawat ini disinyalir sebagai aliran sesat yang mirip dengan kelompok Lia Aminudin atau yang belakangan menamakan diri Lia Eden. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, salah satu doktrin yang ditanamkan kepada pengikutnya adalah bahwa aliran ini tidak memposisikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai satu-satunya dzat tertinggi. Selain melaksanakan shalat lima waktu sebagaimana lazimnya dilakukan ummat Islam, mereka juga –melalui ritual ritual tertentu– menyembah Malaikat Jibril dan Roh Kudus.

Agus Pramono Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Pemerintah Kabupaten Blitar, telah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini dengan menggandeng Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), untuk memastikan apakah kelompok tersebut masih berupa sekte atau sudah mengarah pada agama, termasuk untuk memastikan apakah ajarannya menyesatkan atau tidak.

Dikabarkan ada enam aliran sesat yang muncul di Blitar, sebagaimana berita berikut ini:

MUI Catat Ada 6 Aliran Sesat di Blitar

Kamis, 12 Februari 2009 – 19:18 wib

BLITAR – Selain aliran sesat penyebah Jibril, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blitar mencatat ada lima aliran serupa yang bermunculan sejak tahun 2001 silam. Sebagian besar aliran ini sudah dibubarkan, meski diakui beberapa pengikutnya diindikasikan masih bergerak. “Meski sudah dibubarkan kita tetap melakukan pemantauan terhadap semua aliran itu,” ujar Sekretaris MUI Kabupaten Blitar Ahmad Su’udi di Jawa Timur, Kamis (12/2/2009).

Enam aliran menyimpang ini adalah Aliran Purbokayun di Desa Bendosewu, Kecamatan Talun dengan ritual zikir perdukunan. Kemudian aliran Podo Bongso di Desa Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, dengan ritual salat boleh menghadap ke mana saja. Selanjutnya, Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah di Desa Kademangan yang menganggap Ahmad Muzadek sebagai nabi, aliran tanpa nama (1) di Desa Wonotirto dengan ritual salat menghadap ke timur dan /free sex/ sesama pengikut. Lalu, aliran tanpa nama (2) di Desa Bangsari, Kecamatan Nglegok dengan ritual boleh salat sambil melakukan kegiatan lain, seperti salat Jumat sambil bekerja atau mencangkul di sawah, dan terakhir aliran Safaatus Sholawat pimpinan Suliyani di Desa Ngembul Kecamatan Binagun, dengan ritual menyembah Jibril atau roh kudus. *(Solichan Arif/Sindo/ful)* (Okezone)

Aliran Dunung Urip

Masih di Blitar, sekitar pertengahan Februari 2009 lalu, masyarakat Kabupaten Blitar, Jawa Timur dihebohkan oleh kemunculan aliran kepercayaan yang dapat memberikan tiket masuk ke surga. Namanya, aliran Dunung Urip. Aliran sesat ini dipimpin oleh seorang pria bernama Suliyani, warga Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Salah satu inti ajarannya, memberikan sedekah sebesar Rp 4 juta kepada pemimpin aliran Dunung Urip (Suliyani), maka mereka pun dapat masuk surga tanpa menjalankan syariat agama, seperti meninggalkan shalat dan shaum (berpuasa di bulan Ramadhan).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat sudah menyatakan bahwa ajaran aliran Dunung Urip sesat. Bahkan saat itu, MUI segera membubarkan kelompok ini karena dinilai menyalahi syariat Islam. Namun pimpinan aliran Dunung Urip (Suliyani) membantah tuduhan MUI. Menurut dia, ajarannya bertujuan mencari ketenangan hati.

Ada kemiripan dengan aliran sesat Ahmadiyah, yang mewajibkan pengikutnya membeli kavling surga yang dijual pemimpinnya. Hanya di kavling itulah seseorang (pengikut Ahmadiyah) bisa masuk surga, yaitu bila jenazahnya dikubur di tempat itu atau yang penting punya sertifikat kuburan surga di Rabwah. Harga kavling surga mencapai jutaan rupiah, yang tentu saja memberatkan pengikut jamaah Ahmadiyah, karena pada umunya pengikut Ahmadiyah dari kalangan menengah ke bawah. (lihat tulisan berjudul Menista Istilah Poligami Demi Menutupi Kejahatan Ahmadiyah, di nahimunkar.com edisi April 24, 2008 1:31 am)

MUI Blitar dikhabarkan menemukan bukti-bukti sesatnya Aliran Dunung Urip yang mengajarkan agar pengikutnya membayar Rp4 juta kepada pemimpinnya, Suliyani, untuk dapat masuk surga. Lebih lengkapnya bisa disimak berita ini:

MUI Temukan Bukti Baru Ajaran Masuk Surga

Kamis, 26 Februari 2009 – 16:35 wib

BLITAR – Dogma lima perkara yang diajarkan Suliyani (62) pimpinan “aliran masuk surga”, dipastikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Kabupaten Blitar, Jawa Timur, bertentangan dengan rukun Islam, khususnya yang kedua, yakni salat. Penemuan ini merupakan bukti baru setelah setiap pengikut diwajibkan bersedekah Rp4 juta untuk bisa “mendapatkan” surga.

Dalam dogmanya, Suliyani yang warga Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar itu mengajarkan bahwa salat tidak perlu dengan gerakan. Bagi mereka (Suliyani dan pengikutnya), ibadah salat cukup dengan melakukan perenungan dalam hati.

Menurut Seketaris MUI Kabupaten Blitar Ahmad Su’udi, bukti tersebut cukup kuat untuk menilai jika Suliyani telah mengajarkan paham yang menyimpang dari syariat Islam. Bahkan yang mencengangkan, dalam memberi wejangan murid-muridnya, kata Su’udi, Suliyani kerap menandaskan, jika Kitab Suci Alquran yang ada saat ini, ditulis tangan-tangan manusia yang masih diliputi nafsu.

Suliyani juga mengkritisi Nabi Muhammad sebagai sosok yang tidak mampu menyelamatkan umat manusia pada akhir zaman. Karena Muhammad masih memiliki nafsu duniawi. Contohnya masih melakukan perang dalam menyebarkan agama. “Ini semua merupakan data penyimpangan yang dilakukan pak Suliyani, selain setiap pengikutnya diwajibkan bersedekah Rp4 juta untuk mendapatkan ketentraman jiwa,” papar Su’udi.

Su’udi mengaku baru 50 persen data penyimpangan “aliran masuk surga” asuhan Suliyani yang terkumpulkan. Kendati demikian, pihaknya belum bisa melakukan langkah tegas apapun sebelum seluruh data terkumpul. Rencananya, MUI akan kembali menggelar rapat pleno dengan melibatkan 22 ulama di Kabupaten Blitar. Kendati demikian secara resmi Su’udi mengaku belum bertemu Suliyani. MUI sengaja tidak mendatangi rumah Suliyani. “Karena kalau kita datang ke rumahnya sama saja kita mengikuti kemauannya. Kita sudah mengundang ke MUI dan pak Suliyani tidak mau datang. Kecuali kalau ada pihak yang menjembatani pertemuan kita siap ketemu,” paparnya.

Terkait penilaian aparat hukum tentang aliran Suliyani hanya semacam kelompok pengamal kebatinan dan perdukunan, Su’udi menghargai semua itu. Namun kendati demikian MUI tetap bersikukuh jika ajaran Suliyani menyimpang dari agama Islam. Sementara itu setelah memanggil Suliyani ke Kantor Kejaksaan Negeri Blitar, jaksa menyimpulkan kegiatan Suliyani bukan sekte atau aliran keyakinan yang diduga menyesatkan. Kepala Seksi Intelijen Kejari Blitar Moh Riza mengatakan, Suliyani hanyalah sesosok dukun yang melakukan praktek perdukunan. “Dari keterangan yang disampaikan kepada kami, bisa ditarik keseimpulan jika pak Suliyani hanya dukun saja. Namun kami menyerahkan hal ini kepada MUI,” ujarnya.

Seperti diberitakan, MUI menemukan sekelompok aliran di Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar pimpinan Suliyani warga setempat. Dari ajaran yang disampaikan kepada para pengikutnya, aliran yang kemudian dikenal sebagai aliran masuk surga itu dinilai MUI menyimpang. Salah satunya untuk mendapatkan surga seorang pengikut diwajibkan membayar Rp4 juta. *(Solichan Arif/Sindo/mbs)* (okezone)

Nabi Adam Dari Aceh

Di kawasan yang dijuluki ‘Serambi Mekah’ (NAD), seorang lelaki (berinisial RZ) yang saat itu (2008) berusia 45 tahun, mengaku dirinya sebagai Nabi Adam. Selain mengaku sebagai Nabi Adam, lelaki itu juga mengaku memiliki ilmu silat yang dapat membahayakan orang-orang yang dianggap memusuhinya.

Selama ini RZ dikenal sebagai Imam Meunasah. Setelah rumahnya digrebek aparat pada saat berlangsungnya Daerah Operasi Militer (DOM), jiwanya tertekan bahkan dikatakan gila oleh orang-orang di sekitarnya. Maka sejak itulah ia mengaku-aku sebagai Nabi Adam. Pihak keluarga RZ pun sudah berinisiatif membawa RZ berobat ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banda Aceh.

Menurut Rahman, salah satu kerabat RZ kepada pers pada hari Kamis tanggal 17 Juli 2008, etiap hari RZ selalu bersikap waspada terhadap orang-orang di sekelilingnya. “Dia punya sedikit ilmu halus, dan sepertinya menyadari ancaman kalau dirinya akan ditangkap…”

Ajaran Al-Qur’an Hijau

Dari Sumatera Utara, sekitar awal Desember 2007, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat, Prof Dr Abdullah Syah, MA meminta masyarakat di daerah itu agar mewaspadai ajaran Al-Qur’an Hijau karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut Abdullah, di dalam ajaran Islam tidak mengenal istilah Al-Qur’an Hijau, apalagi membawa ajaran yang bertentangan dengan umat Islam.

Sebelumnya, ajaran Al-Qur’an Hijau ini telah lebih dulu berkembang di Pulau Jawa, antara lain di Kediri. Ajaran ini tidak mengakui adanya hadist dan mengganti ucapan Assalamu’alaikum dengan Salamualaikum. Selain itu, setiap pengikut ajaran itu harus dibaiat atau mitsaq dengan cara melakukan ritual mandi air kembang. Kepada setiap pengikutnya diberikan julukan Abi (bagi laiki-laki) sedangkan bagi perempuan diberi julukan Umi. Para Abi dan Umi ini, saat itu gencar mempengaruhi kalangan mahasiswa agar ikut bergabung.

Di tahun 2007, selain berhasil diungkap keberadaan aliran sesat bernama Al-Qur’an Hijau, juga berhasil diungkap aliran sesat berjudul Al-Qur’an Suci dan Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

Al-Qur’an Suci

Aliran Al-Qur’an Suci berhasil diungkap setelah sebelumnya orangtua Achriyanie Yulvie (saat itu berusia 19 tahun), melakukan pencarian terhadap anak gadis mereka setelah sekian lama menghilang tanpa jejak, sejak 9 September 2007. Mahasiswi D-III Politeknik Pajajaran Insan Cinta Bangsa Bandung ini merupakan anak dari pasangan Suprapto-Tati, warga Perumnas Bumi Teluk Jambe Blok T Nomor 536 RT 06/11, Karawang. Yulvie hanyalah salah satu saja dari sejumlah korban lain yang keberadaannya masih diselimuti misteri.

Modus operandi Pengajian Al-Qur’an Suci ini, mirip gerakan NII yang beberapa tahun lalu marak di kampus-kampus ternama. Begitu juga dengan adanya keharusan hijrah dan membayar sejumlah uang sebagai uang hijrah, sebagaimana terjadi pada diri Dwi Ariyani (20) yang membayar biaya hijrah sebesar Rp 400.000 (empat ratus ribu rupiah). Sejak itu, Dwi Ariyani menghilang tanpa jejak.

Sejumlah orang yang pernah terperosok ke dalam kesesatan NII, ketika ditanya soal aliran sesat ini, mereka dengan yakin mengatakan bahwa Pengajian Al-Qur’an Suci adalah NII juga, cuma beda nama untuk menyamarkan jatidiri sebenarnya, karena masyarakat sudah semakin sadar dengan keberadaan NII yang sesat dan menyesatkan.

Al-Qiyadah Al-Islamiyah

Yang juga berbau NII adalah aliran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiyah, pimpinan Ahmad Mushaddeq alias Haji Salam (Abdussalam). Ahmad Mushaddeq mengaku sebagai rasul sejak 23 Juli 2006, setelah dia bertapa di Gunung Bunder, Bogor, selama 40 hari 40 malam. Dia juga mengajarkan syahadat berbunyi “Asyahadu An La Ilaha ‘Ala Allah, Wa Asyahadu Anna Masih Al Maw’ud Rasul Allah” (Saya Bersaksi bahwa Tiada Tuhan kepada Allah dan Saya Bersaksi bahwa Masih Al-Maw’ud sebagai Rasul Allah).

Al-Qiyadah Al-Islamiyah bermarkas di jalan Haji Kahfi, RT 06 RW 07 No 37 Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah mencapai 41 ribu orang di sembilan wilayah di Indonesia, antara lain, Jakarta, Lampung, Makassar. Kebanyakan dari pengikutnya adalah pelajar dan mahasiswa, sekitar 60 persen

Al-Qiyadah mengajarkan, bahwa kiamat bukan kehancuran melainkan kebangkitan; Nabi Muhammad saw bukan nabi terakhir melainkan nabi penggenap ajaran Isa Al-Masih, sehingga masih akan ada rosul berikutnya yang menggenapi ajaran Nabi Muhammad saw. Dalam pengertian Al Qiyadah Al Islamiyah, nabi/rosul penerus itu adalah Al-Masih Al-Maw’ud yang sekarang ada di Jakarta.

Menurut Al-Qiyadah, ajaran dari Kristen ataupun Islam itu tidak salah, keduanya merupakan penyempurnaan dari ajaran sebelumnya yang diwariskan Musa melalui Kitab Taurat-Zabur. Pengertian itu membawa kepada prinsip bahwa saat ini merupakan masa Makiyah dan bukan masa Madaniah, sehingga ajaran untuk sholat lima waktu, ajaran untuk berpuasa, ajaran untuk naik haji, ajaran untuk menghormati orangtua, hingga ajaran untuk menyebut Nabi Muhammad saw sebagai nabi ke-25 atau nabi terakhir, belum waktunya dilakukan. Al-Qiyadah juga mengajarkan, tugas orangtua kepada anak selesai setelah ibu melahirkan anaknya.

Sekilas wajah Ahmad Moshaddeq memang mirip Toto Salam alias Syaikh AS Panji Gumilang pimpinan Ma’had Al-Zaytun yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat. Apalagi, nama asli keduanya juga hampir mirip. Ahmad Moshaddeq bernama asli Abdussalam, sedangan Toto bernama asli Abdul Salam. Kisaran usia keduanya juga berada pada angka 60 tahunan. Ahmad Moshaddeq sang rasul palsu kelahiran Jakarta 65 tahun lalu, ia putra betawi asli. Sedangkan Toto kelahiran Gresik 27 Juli 1946.

Bila Toto Salam adalah lulusan IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan aktif di dalam pergerakan Islam, sementara itu Ahmad Moshaddeq mengabdikan sebagian besar hidupnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS), yaitu di lingkungan pemprov DKI Jakarta, khususnya sebagai pelatih olahraga di PBSI selama lebih dari 20 tahun sejak 1971 hingga 1992.

Meski PNS, Ahmad Moshaddeq pernah bersentuhan dengan gerakan NII KW-9 yang antara lain pernah dipimpin oleh Toto Salam. Bahkan menurut catatan, Ahmad Moshaddeq pernah bersentuhan dengan Nurdin Yahya, salah satu tokoh NII KW-9 yang getol memasukkan paham sesat Lembaga Kerasulan dan paham Isa Bugis ke dalam institusi NII (khususnya NII KW-9).

Salah satu paham Lembaga Kerasulan yang menonjol adalah bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul dan Nabi penutup, namun tugas kerasulan tidak pernah berakhir, sehingga memerlukan sebuah lembaga kerasulan dalam rangka meneruskan tugas rasul.

Sedangkan Ahmad Moshaddeq berpaham, bahwa kerasulan Muhammad SAW sudah berakhir, dan dia merasa mendapat wahyu untuk menjadi rasul yang menggantikan Nabi Muhammad SAW. Karena kerasulan Muhammad SAW sudah berakhir, maka hadits-hadits yang selama ini menjadi dasar hukum, tidak berlaku.

Paham yang dianut Ahmad Moshaddeq nampaknya ada kemiripan dengan beberapa aliran dan paham sesat yang sudah ada sebelumnya, yaitu Ahmadiyah Qadian, Lembaga Kerasulan, Inkarussunnah, dan tentu saja NII.

Lembaga Kerasulan

Aliran sesat ini berfaham bahwa Rasul itu diutus sampai hari kiamat, dan Rasul itu person (individu), oleh karena itu sebagai person harus ditunjang oleh lembaga yang mengatur segala urusan serta persoalan terkait. Mereka mengibaratkan Rasul dengan seorang Menteri yang didukung oleh sebuah Departemen berikut seperangkat aparatnya. Maka, meski Menterinya sering berganti namun Departemennya tetap eksis dan berproses. Sehingga, bila sang Menteri meningal dunia, mengundurkan diri atau diganti, pasti ada Menteri baru yang akan menggantinya.

Bila menteri saja ada departemennya, maka untuk Rasul harus ada semacam Departemen atau Lembaganya. Begitulah pendapat mereka. Maka, mereka pun mendirikan gerakan Lembaga Kerasulan. Mereka berpendapat, bila seorang Rasul meninggal harus ada Rasul baru untuk mengatur lembaga tersebut. Rasul baru tersebut adalah imam mereka.

Maka mereka pun berkeyakinan bahwa taat kepada imam mereka, sama dengan taat kepada Rasul. Bila tidak taat kepada imam, selain dikategorikan berdosa juga dianggap telah melakukan perbuatan durhaka besar. Gerakan ini bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia versi mereka. Tokohnya, salah satunya adalah Aceng Syaifudin.

Selain berpaham bahwa Rasul tetap diutus sampai hari kiamat, dan mewajibkan berbai’at serta taat kepada imam, aliran sesat ini juga berpaham, bahwa dosa bisa ditebus dengan memberikan sejumlah uang kepada imam, dan besar kecilnya uang tebusan tersebut tergantung kepada besar kecilnya dosa yang telah dilakukan, serta yang berhak menentukan uang tebusan itu hanyalah sang imam.

Sebagaimana aliran sesat lainnya, mereka juga memposisikan orang-orang di luar kelompok mereka adalah kaum kafirin. Sehingga, bila ada jamaah mereka yang hendak menikah, maka pernikahan itu harus dilaksanakan di hadapan imam mereka, akad nikah juga dilakukan oleh imam mereka, dan orangtua tidak perlu diberitahu.

Mereka juga menerapkan periodeisasi yaitu periode Makkah dan Madinah. Menurut mereka, saat ini masih berada dalam periode Makkah, sehingga belum wajib shalat, shaum di bulan Ramadhan dan haji, serta belum diharamkan minuman yang memabukkan seperti khamar dan lain-lainnya.

Salah satu doktrin yang sama-sama diterapkan aliran sesat lainnya, adalah aktivitas mengaji (menuntut ilmu Islam) harus berguru kepada imam mereka saja, tidak boleh kepada ulama lainnya. Mereka juga menanamkan sikap selektif di dalam menerima terhadap kehadiran orang lain.

Inkar Sunnah

Paham sesat Inkar Sunnah yang muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an, pada intinya tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah SAW, dan menurut mereka hadits itu bikinan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam. Menurut mereka, dasar hukum dalam Islam hanya Al-Qur’an saja.

Yang juga membedakan, adalah syahadat mereka yang berbeda dengan kita, yaitu Isyhadu bianna muslimin saja. Shalat mereka juga bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat-dua rakaat dan ada yang hanya eling saja.

Sedangkan ibadah shaum (puasa), hanya wajib dijalankan oleh orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang melihat bulan maka dialah yang wajib puasa. Mereka berpendapat demikian sesuai ayat faman syahida minkumusy syahro fal yashumhu.

Ibadah Haji boleh dilakukan pada empat bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah. Menurut mereka, pakaian ihram adalah pakian orang Arab yang membikin repot. Oleh sebab itu waktu mengerjakan haji mereka berpendapat boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas dan dasi.

Hampir mirip dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Ahmadiyah, paham sesat ini juga berpendapat bahwa Rasul tetap diutus sampai hari kiamat. Selain itu, mereka berpendapat, Nabi Muhammad tidak berhak untuk menjelaskan tentang ajaran Al-Qur’an (kandungan isi Al-Qur’an). Mereka juga tidak mewajibkan shalat jenazah, dengan alasan tidak ada perintah Al-Qur’an untuk itu.

Mereka menamakan pengajian mereka dengan sebutan Kelompok Pengikut Al-Qur’an atau Kelompok Qur’ani. Salah satu tokoh Inkar Sunnah adalah Haji Abdurrahman, yang bertempat tinggal di Pedurenan, Kuningan, Jakarta Selatan. Salah satu masjid yang pernah berhasil dikuasainya adalah masjid As-Syifa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. RSCM adalah rumah sakit terbesar dan rumah sakit pusat di Indonesia. Rumah sakit tersebut merupakan tempat praktek mahasiswa dari fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Tokoh lainnya adalah Haji Sanwani, yang berhasil menguasai masjid Al-Burhan di kawasan Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Ciri-ciri kesesatannya, antara lain tidak mau mengumandangkan adzan dan qomat pada saat masuknya shalat. Tata cara shalatnya pun persis seperti yang diajarkan oleh H. Abdurrahman di masjid RSCM.

Abdurrrahman dan Sanwani sama-sama mengajarkan tidak perlu menjalankan ibadah shaum (puasa) pada bulan Ramadhan kecuali bagi mereka yang langsung melihat bulan, berdasarkan pemahaman mereka terhadap Surat Al-Baqarah (2) ayat 185: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”

Menurut pemahaman mereka, yang wajib berpuasa hanyalah orang yang melihat bulan saja (kemunculan bulan baru, yang menunjukkan awal Ramadhan), sedangkan bagi yang tidak melihat bulan tidak wajib berpuasa. Akhirnya pengikut Abdurrahman dan Sanwani ini tidak ada yang menjalankan ibadah shaum di bulan Ramadhan, karena mereka tidak melihat bulan.

Tokoh lainnya adalah Lukman Saad. Pria asal Padang Panjang (Sumatera Barat) ini adalah lulusan IAIN Yogyakarta (sampai tingkat Sajana Muda). Sehari-hari Lukman adalah seorang Direktur sebuah perusahaan penerbitan (PT Ghalia). Lukman berperan mencetak buku-buku yang berisi ajaran sesat Ingkar Sunnah.

Lukman Saad kerap berhubungan dengan Ir. Irham Sutarto, Ketua Serikat Buruh PT Unilever Indonesia yang kala itu berkantor di kawasan Cibubur, Jawa Barat. Irham Sutarto adalah tokoh Ingkar Sunnah yang pertama menulis buku berisi ajaran Ingkar Sunnah dengan tulisan tangan.

Tokoh Ingkar Sunnah lainya adalah Marinus Taka, pria keturunan Indo Jerman yang saat itu tinggal di jalan Sambas 4 No.54 Depok Lama, Jawa Barat. Marinus Taka mengaku dirinya bisa membaca Al-Qur’an tanpa belajar lebih dahulu. Dia mengajarkan faham sesat ini di mana-mana di Jakarta termasuk karyawan kantor yang bermarkas di gedung bertingkat.

Kenapa berbagai aliran sesat bermunculan?

Kenapa aliran-aliran sesat itu bermunculan dan mirip-mirip dengan aliran-aliran sesat yang sudah ada?

Masalah kenapa di Indonesia bermunculan aliran sesat, sering dipertanyakan orang di mana-mana. Bukan hanya orang dari dalam negeri saja yang sering mempertanyakan masalah itu.

Seharusnya yang perlu menjawab dan lebih tahu jawabannya itu adalah pihak-pihak yang berwewenang. Hanya saja selama ini belum terdengar adanya keterangan yang jelas dari mereka.

Agar ada sedikit gambaran, karena memang kenyataannya aliran sesat bermunculan, maka untuk menjawab pertanyaan itu perlu ditengok, bagaimana sikap para petinggi negeri ini terhadap aliran-aliran sesat yang sudah nyata-nyata sesat dan telah diprotes atau difatwakan atau dinyatakan dengan rekomendasi tentang sesatnya oleh MUI dan lainnya: di antaranya aliran sesat Ahmadiyah, LDII, Syi’ah, NII KW IX dan sebagainya.

Factor lain lagi, kadang aliran sesat di Indonesia ini pemimpin dan kerajaannya justru menjadi istana raja diraja. Lihat saja pusat aliran sesat NII KW IX di Indramayu. Jawa Barat. Entah berapa petinggi negeri ini yang sudah munduk-munduk sowan (merunduk-runduk hadir) ke sana. Bahkan ngrampek-ngrampek (mendekat-dekat dengan penuh harap) untuk minta dukungan, dengan mengadakan TPS (tempat pemungutan suara) khusus segala dalam pemilu yang lalu.

Apakah itu bukan berarti menyuburkan aliran sesat bahkan menjunjungnya?

Di samping para pejabat tinggi banyak yang sowan ke istana aliran sesat, masih pula para petinggi aliran sesat sering tidak dijamah oleh hukum, entah apa sebabnya. Itu LDII yang telah dikhabarkan menipu hampir 11 triliun rupiah, tidak pernah ada khabar bahwa mereka diseret ke pengadilan. (lihat buku HMC Shodiq, Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah, LPPI, Jakarta, cetakan kedua, Oktober 2004). Padahal saat ini banyak pejabat setelah menduduki jabatan kemudian diseret ke pengadilan dan akhirnya masuk ke penjara. Sampai-sampai menteri agama saja ada yang masih di dalam penjara sekarang ini dalam kasus sebagaimana yang lain-lainnya yakni korupsi. Lha kalau jadi pemimpin aliran sesat, entah itu bisa memeras, bahkan menipu mentah-mentah, ternyata dibiarkan lenggang kangkung (berjalan santai) tidak diusik-usik. Sebaliknya, justru para pemimpin aliran sesat itu disowani dengan munduk-munduk oleh pejabat tinggi negeri ini, masih pula dimintai restunya. Apakah itu tidak menggiurkan untuk pertumbuhan aliran sesat?

Dalam wacana perpolitikan, apakah lakon seperti itu termasuk tingkah politisi busuk yang diharapkan agar tidak dipilih lagi atau bukan, wallahu a’lam.


From : SUNNATULLAH.com


0 komentar:



 

-BERITA KITA ----- Selamat Datang Blogger Jepara ---- Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha